Jenang lengket atau
biasa juga disebut dodol, bagi sebagian masyarakat, khususnya di Jawa menjadi
salah satu sajian utama dalam menyambut hari-hari penting, misalnya Lebaran, pertunangan
maupun pernikahan. Pada acara pertunangan, menyajikan jenang untuk tamu yang datang
merupakan tradisi turun-temurun yang masih dijaga dengan baik.
Jenang memang selalu
diidentikkan dengan kota Kudus dan Garut, tapi siapa yang sangka jika kota
kesenian seperti Ponorogo juga memiliki tradisi memproduksi jenang ini. Di
Ponorogo, jenang yang dijual merupakan jenang tradisional yang dibuat secara
turun temurun, sehingga rasa dan aromanya begitu khas. Bahkan, saat ini jenang
tradisional ini makin dilirik oleh para pegiat wirausaha dengan menampilkan
kemasan yang lebih menjual dan menarik. Yakni Jenang Teguh Rahardjo
Jenang Teguh Rahardjo tidak menggunakan pengawet,
namun produk olahannya biasanya bisa bertahan 6 bulan. Di tokonya terdapat juga
tester untuk para pengunjung agar bisa mengetahui rasa jenangnya.

Untuk hari raya atau
hari lebaran dan liburn omzet yang di dapat semakin tinggi, karena biasanya
pengunjung membeli untuk oleh – oleh kembali ke kota. Cita rasa yang khas
menjadikan jenang Teguh Rahardjo menjadi primadona.
“Dalam menjaga cita
rasa jenang, saya menggunakan alat tradisional. Namun demikian, penggunaan alat
modern juga perlu dan penting untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi.
Untuk resep sendiri, kami menggunakan resep turun-temurun dari keluarga.” Ungkap Sri Harijati, pemilik perusahaan Jenang Tradisional
Ponorogo Teguh Rahardjo
Sumber: Jenang Tradisional Khas Ponorogo: Peluang Usaha Menjaga Tradisi http://wartawirausaha.com/2015/01/jenang-tradisional-khas-ponorogo-peluang-usaha-menjaga-tradisi/#ixzz5XNPt8vLc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar